Jakarta, SP.com - Ketua Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Brigjen TNI (Purn) dr Jajang Edi Priyatno menegaskan kolegium atau organisasi profesi kedokteran seharusnya menginduk ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai perwakilan pemerintah bidang kedokteran, bukan di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Kolegium merupakan badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

"Diketahui banyak asosiasi profesi dokter spesialis menginduk ke IDI. Hal ini membuat IDI menjadi organisasi superbody karena semua anak organisasi spesialis IDI berada dibawah kendali IDI. Harusnya sebagai kolegium, mereka dibawah KKI," katanya kepada Beritasatu.com, Kamis (28/4/2022).

Menurutnya, di berbagai negara, yang namanya kolegium atau asosiasi dokter-dokter spesialis itu menginduk ke konsil kedokteran pemerintah sebuah negara, bukan pada organisasi profesi kedokteran.

Maka dari itu, lanjut dr Jajang, PDSI hadir untuk meluruskan kembali agar asosiasi dokter-dokter spesialis berada di jalur yang benar yakni bersama pemerintah, dalam hal ini adalah KKI.

"Ini yang harus diluruskan karena selama ini kolegium dan organisasi profesi menyatu. Kolegium fokus dalam pengembangan keilmuan atau pendidikan. Dengan penyatuan IDI dan kolegium menjadikan IDI superbody yang memonopoli dan penumpukan kekuasaan," ungkap dr Jajang.

Organisasi yang menjadi superbody akan berbahaya ke depannya, karena ketika anggotanya salah sedikit langsung dihukum keras, bukan dibina atau dibimbing. Ini dikarenakan anggota tidak memiliki peran sama sekali.

"Anggota IDI itu tidak punya kemampuan untuk berteriak. Kalau berani melawan, ya mereka bakal habis. Contohnya ya seperti nasib dr Terawan, padahal dia seorang jenderal bintang 3 dan profesor dengan keilmuannya. Dengan menjadi wadah tunggal, IDI merasa bebas dan bisa sesukanya sewenang-wenang. Ya itu dianggap sah-sah saja bagi mereka karena organisasi profesi itu tunggal menurut Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi ini adalah kesalahan MK juga sebenarnya," bebernya.

Jadi saat ini kuncinya ada di tangan Mahkamah Konstitusi. Kedua, pemerintah atau menteri hukum dan hak asasi manusia (menkumham) bersama DPR harus merevisi Undang-Undang Praktik Kedokteran yang menyatakan bahwa IDI sebagai organisasi tunggal profesi kedokteran, sehingga dasar hukumnya jelas.

Dokter Jajang pun memberikan contoh saat PDSI berdiri beberapa dokter masih memiliki keraguan untuk masuk ke PDSI karena belum diberikan kewenangan untuk mengeluarkan surat rekomendasi surat izin praktik (SIP) dokter.

"Ini dikarenakan yang mempunyai kewenangan itu adalah kolegium yang mengeluarkan surat rekomendasi atas dasar perintah IDI dan kolegiumnya ada di IDI," ucap dia.

Hal ini dikarenakan mereka terpaku pada UU tersebut bahwa IDI itu adalah itu wadah tunggal. IDI tidak mau disebut ormas dan mereka bertahan sebagai organisasi profesi.

"Makanya UU Praktik Kedokteran ini harus diubah bahwa nanti ke depan organisasi profesi itu bukan hanya IDI saja, sehingga PDSI juga bisa diberikan kewenangan untuk bisa memberikan rekomendasi surat izin praktik (SIP) dokter. Kalau sampai PDSI dapat kewenangan memberikan rekomendasi, pasti para dokter spesialis berbondong-bondong ke kami," ucap Jajang meyakini.

Selain itu, ia juga mendapatkan informasi bahwa setelah hari raya Lebaran ini bakal ada rencana revisi UU Praktik Kedokteran, sehingga nanti PDSI dapat diberi kesempatan untuk memberikan rekomendasi.

"Karena kami tidak pernah mau menghambat anggota dan para dokter untuk mengembangkan ilmunya dan mempermudah dokter berpraktik. Kami PDSI pun siap memfasilitasi anggota untuk melakukan penelitian pengembangan dunia kedokteran bagi kemajuan bangsa, sehingga mudah praktik dan masyarakat yang diuntungkan nantinya khususnya dalam pelayanan kesehatan," pungkas dr Jajang.