Jakarta, SP.com - Guna mencapai target emisi karbon atau net zero emission di 2060 atau lebih cepat, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah melakukan berbagai model dan analisis skenario pembangunan rendah karbon. Salah satunya adalah penghentian penjualan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM).

Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto mengungkapkan, dalam skenario Bappenas tersebut, penjualan kendaraan ber-BBM akan dihentikan pada 2040.

“Dalam skenario net zero emission, jumlah kendaraan yang menggunakan energi listrik baik untuk transportasi umum maupun pribadi sebesar 90% di 2055, dan sisanya berupa kendaraan berbahan bakar hidrogen,” ungkap Arifin dalam acara FGD Energi, Lingkungan Hidup dan Geopolitik yang digelar Partai Nasdem, Jumat (3/6/2022).

Selain memberi dampak pada lingkungan, penggunaan BBM juga dapat membebani APBN. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kebutuhan BBM nasional diperkirakan di kisaran 72-77 juta KL pada 2021-2022, tembus di level 80-87 juta KL pada 2024-2027, dan mencapai 90-96 juta KL pada 2028-2030.

Di sisi lain, produksi BBM domestik di 2021-2023 masih di kisaran 44-47 juta KL. Produksi BBM baru mulai meningkat di 2023, yakni menjadi 57,46 juta KL dan bertahan pada level yang sama sampai 2025. Selanjutnya mulai 2026, produksi BBM menjadi 84,27 juta KL hingga 2030.

“Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor harus dilakukan. Impor BBM ini dapat membebani APBN kita, membebani defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan,” tambah Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno.

Seperti diketahui, Indonesia telah mengumumkan komitmennya terhadap inisiatif perubahan iklim global, yaitu pencapaian net- zero emission pada tahun 2060 serta Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) yang menuangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% atas usaha sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2030. (Beritasatu.com)