Stockholm, SP.com - Laporan oleh Stockholm International Peace Research Institute (Sipri) pada Senin (25/4/2022) menyebutkan, pengeluaran anggaran militer Rusia meningkat tajam hanya beberapa waktu sebelum invasinya ke Ukraina.

Pengeluaran militer Rusia tumbuh sebesar 2,9 persen pada 2021, yang merupakan kenaikan untuk tahun ketiga secara berturut-turut, menjadi US$ 65,9 miliar.

Pengeluaran pertahanan menyumbang 4,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) Rusia, "jauh lebih tinggi dari rata-rata dunia", dan menjadikan Moskwa pembelanja senjata terbesar kelima di dunia, kata Lopes da Silva peneliti senior dari Sipri.

Pendapatan dari minyak dan gas yang tinggi membantu negara itu meningkatkan pengeluaran militer. Lopes da Silva mencatat bahwa Rusia melihat peningkatan tajam dalam pengeluaran menjelang akhir tahun.

"Itu terjadi saat Rusia mengumpulkan pasukan di sepanjang perbatasan Ukraina sebelum invasi ke Ukraina pada 24 Februari," kata peneliti tersebut.

Apakah Rusia akan mampu mempertahankan pengeluaran militernya sulit diprediksi, kata Lopes da Silva, karena gelombang sanksi yang dijatuhkan oleh Barat sebagai tanggapan atas invasi ke Ukraina.

Namun diketahui, pada tahun 2014, ketika Rusia mencaplok Crimea, negara itu juga menjadi sasaran sanksi pada saat yang sama ketika harga energi turun. Sehingga sulit untuk mengukur seberapa efektif sanksi itu sendiri.

"Sekarang ... kami memiliki sanksi yang lebih keras. Tetapi pada saat yang sama, harga energi juga lebih tinggi yang dapat membantu Rusia mempertahankan pengeluaran militer pada tingkat itu," kata Lopes da Silva.

Di sisi lain, pengeluaran militer Ukraina juga meningkat sebesar 72 persen sejak aneksasi Crimea. Namun pengeluaran itu menurun lebih dari delapan persen pada tahun 2021 menjadi US$ 5,9 miliar, yang masih menyumbang 3,2 persen dari PDB Ukraina.